Bank of Papua New Guinea program aims to generate funds for green projects

The newly established Green Finance Centre in Papua New Guinea is working with four financial institutions to pilot a framework ...

Saturday, 6 July 2024

Eks Gubernur BI Ungkap Skenario Rupiah Sentuh Rp17.000/US$

Bloomberg Technoz, Jakarta - Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) periode 1993-1998 Soedrajad Djiwandono mengungkapkan rupiah dapat tembus Rp17.000/US$ jika Federal Reserve, bank sentral Amerika, tiba-tiba menaikan suku bunga acuan lagi.

"Kalau The Fed menaikan suku bunga itu yang paling berbahaya. Hanya kalau AS naikkan suku bunga, maka kita bisa depresiasi sampai Rp17.000/US$. Tapi kalau enggak naikin, enggak akan sampai Rp17.000/US$" ujar Soedrajad dalam Mid Year Banking and Economic Outlook Infobank di Jakarta, Selasa (2/7/2024).

Menurutnya, dolar AS secara fundamental terbilang sangat kuat. Pasalnya, tanpa kebijakan moneter berupa kenaikan Fed Fund Rate saja, dolar AS memiliki performa yang baik.

Lebih lanjut, ia menyoroti belum dipangkasnya Fed Fund Rate hingga menggeser ekspektasi pasar atas penurunan suku bunga The Fed itu. Bahkan, setelah Bank Sentral Eropa (ECB) menurunkan suku bunga acuannya, The Fed masih belum juga memangkas suku bunga acuan.

“Tahu-tahu The Fed naikkan suku bunga, itu sudah ditakutin, ya. Menurut saya, diem aja dolar kuat, kok,” tutur Soedrajad.

Sebagai informasi, rupiah spot semakin terperosok siang tadi, Selasa (2/7/2024), tertekan kebangkitan dolar AS yang makin tak terbendung pada pembukaan pasar Eropa.

Rupiah tertekan ke level Rp16.400/US$ pada pukul 14:26 WIB, level terlemah sejak Kamis pekan lalu.

Pelemahan rupiah terutama akibat tekanan dolar AS yang akhirnya menjebol level tinggi lagi di 106,029 pada siang hari tadi.

Pada kesempatan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan ekonomi dunia mengalami pelemahan sejak pandemi Covid-19 dan berlanjut hingga tahun 2024. Ia mengatakan akan mulai terasa guncangan yang menyebabkan pelemahan ekonomi dunia pada tahun ini.

Hal tersebut, kata Sri Mulyani, terjadi akibat kenaikan suku bunga Federal Reserve, bank sentral AS, hingga 500 basis poin (bps) hanya dalam kurun waktu 18 bulan.

Ia mengatakan kenaikan suku bunga yang terjadi dalam waktu cepat tersebut disebabkan inflasi yang tidak terkendali sebab saat perekonomian global sedang memulihkan diri dari pandemi Covid-19, justru secara tiba-tiba terdapat eskalasi geopolitik yang berkembang.

“Banyak prediksi ekonomi dari tahun 2022-2023 dan sekarang berlanjut di 2024, dunia tidak baik-baik saja karena akan mulai terasa syok itu sebabkan pelemahan ekonomi,” ujar Sri Mulyani dalam Seminar Nasional Jesuit Indonesia di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (30/5/2024).

(azr/ros)

No comments:

Post a Comment